Petirtaan Belahan, lebih dikenal
dengan Candi Belahan adalah sebuah pemandian bersejarah dari abad ke 11,
pada masa kerajaan Airlangga. Petirtaan Belahan terletak di sisi timur gunung
Penanggungan, tepatnya di Dusun Belahan Jowo, Wonosunyo, Kecamatan Gempol.
Pemandian ini berbentuk kolam persegi empat yang mendapat pasokan air dari
sebuah sungai kecil. Dinding sebelah barat belakang mengepras lereng gunung
penanggungan dengan bentuk relung-relung yang dahulunya berisi arca perwujudan
Airlangga sebagai dewa Wishnu. Dengan ukuran panjang 6,14 m dan lebar 6,14 m
Menurut sejarah, selain sebagai tempat
pertapaan Prabu Airlangga, petirtaan ini juga di fungsikan sebagai pemandian
selir-selir Prabu Airlangga. Oleh karena itu, sebagai bentuk pengabdian
dibangunlah 2 patung permaisuri Prabu Airlangga,
yaitu Dewi Laksmi dan Dewi Sri. Pada dua patung tersebut, mengalir aliran air
dari bentuk payudara patung, dan karenanya petirtaan ini terkadang di sebut
sebagai Sumber Tetek (Tetek : Payudara, Jawa)[1]
Pada tahun 991 M, Raja Bali yaitu Udayana membuat
sebuah candi di sebelah barat Gunung Pananggungan, Pasuruan, Jawa Timur. Nama candi itu adalah
Petirtaan Jolotundo, dibangun untuk memperingati hari kelahiran anaknya yakni Airlangga. Pada
tahun 1009 M, Airlangga yang sudah dewasa membangun candi yang berdekatan dengan
Petirtaan Jolotundo tersebut. Warga setempat menyebutnya Candi Belahan, atau
Candi Sumber Tetek. Arca keduanya melambangkan kesuburan. Konon, kolam ini
adalah tempat mandi para istri dan selir Prabu Airlangga.
Bagian puting arca Dewi Laksmi sempat diperbaiki, karena awalnya air yang
keluar hanya jatuh di kakinya. Dikhawatirkan hal ini bisa merusak kaki patung,
maka pengelola candi berinisiatif untuk memasang pipa di bagian dada tersebut
agar airnya langsung meluncur ke kolam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar